Confused When Choosing a Couples
In matters of selecting a spouse, both men and women have the right to choose the right partner. It is known in Islam whose name is 'kufu' (viable and harmonious), and a guardian has the right marriage partner for her daughter to pick someone who sekufu, although the meaning kufu most common among the scholars is co-religionists.
Other meanings such as matches, is also the meaning that can not be denied, thus SELECTION PROCESS THAT HAPPENS TO ANY MALE OR FEMALE. On the other hand that choosing a life partner by considering the various sides, provided at a reasonable considerations as well as Islamic, the representation is a necessity of life and liberty of God which He bestowed on every human being, including in choosing a husband or wife. Aisyah Ra said, 'Marriage is the essence of servitude, then he should see where his honor will be placed'.
To further solidify the choice if we are confused we can do good istikhorah prayers at midnight and in the beginning, and do it repeatedly. If it has been done many times so DEFINITENESS THAT THERE IS A GOD willing, HIS INSTRUCTIONS, AND THAT'S MORE FOLLOWED. But keep in mind, that information is dominant in a person are often more influential on istikhorah, therefore it needs to be done many times.
Prophet also said, 'He who match his honor with the ungodly he had cut her womb' (HR Ibnu Hibban). The Prophet also gave consideration to a sahabiyah who came to him as he requested consideration of two people who would propose, then the Prophet replied, 'As for Muawiyah ibn Abi Sufyan, he's very light hand (aka easy to hit), while the other is that poor people do not have a lot of treasure. " Then the Prophet married her to Zaid bin Harithah.
Sumber : http://artikel-bahasainggris.blogspot.com/2011/08/confused-when-choosing-couples.html
muhammad faezal arif
Jumat, 10 Maret 2017
Kamis, 17 November 2016
Pengaruh praktik GCG terhadap manajemen laba
- Nama : Muhammad faezal arif
- Kelas : 4EA26
- Npm : 15213888
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNING MANAGEMENT (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia)
Oleh: Hermanto
ABSTRACT
This
research was aims to find evidence whether good corporate governance
affect to earnings management. This research used good corporate
governance as independent variables using dummy data and earnings
management as the dependent variable as measured by the value
discretionary accrual. This research using census on manufacturing
companies listing on stock exchanges in Indonesia from 2006-2009 with
provisions that have been defined, so there is 336 years of observation.
Testing is done by simple linear regression method with the help of
SPSS 17.0. A conclusion of this research is good corporate governance
affect to earnings management.
Keywords: Good corporate governance, earning management
1. PENDAHULUAN
Isu mengenai Good Corporate Governance (GCG) saat ini sedang hangat diperbincangkan, terlebih dikalangan ekonom dan pelaku bisnis di Indonesia. Sejak
adanya krisis finansial di berbagai negara khususnya Indonesia pada
tahun 1997, yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia yang
dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good Corporate Governance (GCG) di negara-negara Asia. Tjager, et al.,
(2003) menyatakan pendapat “…ini disebabkan adanya kondisi-kondisi
objektif yang relatif sama di negara-negara tersebut antara lain adanya
hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis, konglomerasi dan
monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara
tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar bebas”.
Adanya kegagalan beberapa perusahaan dan timbulnya kasus malpraktik keuangan akibat krisis tersebut adalah buruknya praktik Corporate Governance (CG). Karena hal tersebut GCG akhirnya
menjadi isu penting, terutama di Indonesia yang merasakan paling parah
akibat krisis tersebut. Disamping itu, banyaknya kasus pelanggaran yang
dilakukan oleh perusahaan emiten di pasar modal yang ditangani Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menunjukkan
rendahnya mutu praktik GCG di negara kita.
PT. Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik earning management dengan menaikan laba hingga Rp 32,7 milyar. PT. Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik earning management dengan menyajikan overstated
laba bersih senilai Rp 28,870 milyar, sebagai dampak dari penilaian
persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya,
sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated. Skandal keuangan juga terjadi di negara maju, seperti di Amerika Serikat (AS), antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, et al., 2006).
Dengan melihat beberapa contoh kasus di atas, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan good corporate governance (GCG), khususnya pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI, karena terdapat perusahaan manufaktur yang terindikasi melakukan earning management. Corporate governance (CG) memberikan
suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu
perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati, et al., 2004).
Murhadi (2009) dalam penelitiannya terhadap perusahaan go public di Indonesia menemukan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning management yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Namun dari lima indikator GCG yang berpengaruh signifikan hanya dua yakni CEO duality dan Top Share. Dualisme antara pemilik yang sekaligus menjadi CEO mendorong peningkatan terjadinya praktik earning management. Sementara itu, adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi mendorong pengawasan menjadi lebih profesional sehingga berdampak pada penurunan praktik earning management.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan bahwa
ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning management dengan arah positif.
Penelitian ini termotivasi dari penelitian sebelumnya, namun terdapat perbedaan. Penelitian ini meneliti pengaruh GCG terhadap earning management dengan menggunakan persyaratan GCG yang telah ditetapkan KNKG (2006) yang digunakan sebagai persyaratan variabel independen dummy
yaitu perusahaan yang menerapkan GCG dengan perusahaan yang tidak
menerapkan GCG. Syarat-syarat yang di tetapkan Komite Nasional Kebijakan
Governance/KNKG (2006) adalah perusahaan publik harus memiliki organ
perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi dan Sekretaris Perusahaan. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan komite audit, komisaris independen, CEO duality, Top Share
koalisi pemegang saham, ukuran dan jumlah dewan direksi. Penelitian ini
berupa studi empiris pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa
Efek Indonesia.
2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Teori Agensi
Teori keagenan menurut Jensen and Meckling (1976:5) adalah sebuah kontrak antara principal (pemilik/
pemegang saham) dan agen (manajer/pengelola) yang mana baik pemilik dan
pengelola merupakan pemaksimum kesejahteraan. Pemisahaan ini dapat
menimbulkan masalah keagenan (agency problems) antara pemilik dan
manajer yang mungkin saja pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk
kepentingan pemilik karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest).
Scott
(2000:214) menyatakan bahwa “perusahaan mempunyai banyak kontrak,
misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan
kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja
yang dimaksud dalam penulisan ini adalah kontrak kerja antara pemilik
modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information”. Asimetry information ini menyebabkan konflik kepentingan.
2.2 Earning Management
2.2.1 Definisi Earning Managemet
Scott (2000:218) mendefinisikan earning management sebagai
tindakan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu
standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan (taking a bath, income minimization, income maximization, income smoothing).
Abdelghany (2005:1006) menjelaskan bahwa earning management merupakan manipulasi pendapatan yang dilakukan untuk memenuhi target yang ditetapkan manajemen. Sementara Lo (2008:352) mengelompokkan EM dalam dua katagori yakni real earning management seperti tindakan untuk mempengaruhi arus kas, dan accrual management melalui perubahan dalam estimasi dan kebijakan akuntansi. Peneliti lain yaitu Jiraporn, et al. (2006:629) mengelompokkan EM ke dalam dua kelompok yakni beneficial earning management dan opportunistic earning management.
2.2.2 Motivasi Earning Management
Ortega dan Grant (2003:131) mengemukakan bahwa earning management dimungkinkan
karena adanya fleksibilitas dalam pembuatan laporan keuangan dalam
rangka mengubah hasil keuangan operasional suatu perusahaan.
Scott (2000:220) juga mengemukakan adanya beberapa motivasi yang menyebabkan terjadinya earning management :
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan earning management dengan memaksimalkan laba saat ini. Manajer
perusahaan yang berorientasi untuk mendapatkan bonus atas kinerjanya
cendrung menghindari metode akuntansi yang mungkin melaporkan net income lebih rendah. Manajer cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba.
2. Political Motivations
Earning management
digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik.
Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya
tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan-peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO
yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk
meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka
akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan earning management dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi
mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga
pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
2.2.3 Praktik Earning Management
Praktik earning management yang sering kali dilakukan perusahaan meliputi (Abdelghany, 2005:1007):
1. Big Bath, yang berarti pengakuan terhadap biaya dilakukan melalui one time restructuring charge. Dimana hal ini akan berakibat perusahaan akan mengalami pembebanan biaya secara besar-besaran pada tahun ini, dan dampaknya pada tahun berikutnya perusahaan akan mengalami profit yang besar.
2. Abuse of Materiality, yakni dengan memanipulasi earnings melalui penerapan prinsip materiality, dimana tidak terdapat range yang spesifik mengenai material atau tidaknya suatu transaksi.
3. Cookie Jar, kadang disebut rainy jar atau contingency reserves dimana dalam periode kondisi keuangan yang baik maka perusahaan dapat mengurangi earnings melalui melakukan pencadangan yang lebih banyak, pembebanan biaya yang lebih besar dan menggunakan satu kali write offs. Bila kondisi keuangan memburuk maka akan dilakukan hal sebaliknya.
4. Round Tripping, back to back dan Swap, dimana hal ini dilakukan dengan menjulan suatu asset/unit usaha ke perusahaan lain dengan perjanjian untuk membelinya kembali pada harga tertentu, dimana hal ini akan memberikan dampak pada peningkatkan pemasukan perusahaan.
5. Voluntary accounting changes, dilakukan dengan mengubah kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan.
6. Conservative Accounting, dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang paling konservatif seperti LIFO dan pembebanan biaya R&D dari pada mengkapitalisasinya.
7. Using the Derivative, dimana manajer dapat memanipulasi earning melalui pembelian instrument hedging.
2.2.4 Teknik Earning Management
Teknik dan pola earning management menurut Daley dan Vigeland (dalam Setiawati dan Na’im, 2000:410) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:
1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan)
terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak
tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2) Mengubah metode akuntansi
Perubahan
metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh :
merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka
tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3) Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh
rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain :
mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai
pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran
promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk
kepelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak
dipakai.
2.3 Good Corporate Governance
2.3.1 Definisi Good Corporate Governance
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), (2001:2) corporate governance didefinisikan sebagai:
“Seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.
Sedangkan definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sebagai berikut:
“Corporate
governance is the system by which business corporations are directed
and control. The corporate governance structure specifies the
distribution of right and responsibilities among different participant
in the corporation, such as the board, the managers, shareholders and
other stakeholder, and spells out the rule and procedure for making
decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the
structure through which the company objectives are set, and the means of
attaining those objectives and monitoring performance”.
Kaen (2003:17) menyatakan “corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why)
harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang
dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa”
adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak-pihak utama dalam corporate governance adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi.
Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan,
bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas”.
2.3.2 Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip
dasar dari GCG, pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan
terhadap kinerja suatu perusahaan. Secara umum, penerapan prinsip GCG
secara konkret menurut OECD (2004:3), memiliki tujuan terhadap
perusahaan sebagai berikut :
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing;
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah;
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan;
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan;
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh OECD adalah :
1. Transparency/Disclosure (Transparansi/Keterbukaan)
Transparansi
adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta
transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan,
serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan
bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang - undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas
menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif
berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang
saham yang meliputi monitoring,
evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa
manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu
perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibility (Responsibilitas)
Responsibility (responsibilitas)
adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan
manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang
saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab
merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung
jawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi
profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.
4. Independency (Independensi)
Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat
diinter-vensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari
adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para
pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang
kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan pihak
luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi
harus obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
Prinsip-prinsip transparansi, keadilan, akuntabilitas, responsibilitas
dan independen GCG dalam mengurus perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan
good faith (bertindak atas itikad baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman GCG, agar visi dan misi perusahaan yang berwawasan internasional dapat terwujud.
5. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness)
merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham,
terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari
kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan (OECD, 2004:22).
2.3.3 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance
Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan CG dapat disebut antara lain (Maksum, 2005:8):
1. Dengan
GCG proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik
sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan
efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat.
2. GCG
akan memungkinkan dihindarinya atau sekurang-kurangnya dapat
diminimalkan tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam
pengelolaan perusahaan.
3. Nilai
perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari
meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelola perusahaan tempat
mereka berinvestasi.
4. Bagi
para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana disebut
pada poin 1, dengan sendirinya juga akan menaikan nilai saham mereka dan
juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi Negara ini juga
akanmenaikan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang
berarti akan terjadi peningkatan penerimaaan Negara dari sektor pajak.
5. Karena
dalam praktik GCG karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholder
yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan
kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat.
6. Dengan
baiknya pelaksanaan CG, maka tingkat kepercayaan para stakeholders
kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan
naik. Hal ini tentu saja dapat menekan biaya (cost) yang timbul akibat tuntutan stakeholders kepada perusahaan.
7. Penerapan
CG yang konsisten juga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan
perusahaan. Manajemen cendrung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap
laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan
dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara
transparan.
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Good Corporate Governance
Keberhasilan
penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua
faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal (Daniri,
2005:20).
1. Faktor Eksternal
Yang
dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG, di
antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yangefektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
d. Terbangunnya
sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif
berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi
GCG secara sukarela.
e. Hal
lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan
implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti
korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan
beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan
peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik
sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
2. Faktor Internal
Maksud
faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG
yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara
lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya
sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya
keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat
memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika
perusahaan dari waktu ke waktu.
2.3.5 Proksi Good Corporate Governance
Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif. Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan (KNKG, 2006:11).
Adapun organ perusahaan yang dimaksudkan oleh KNKG antara lain:
a. Rapat Umum Pemegang Saham
RUPS
sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk
mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam
dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus
didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS
dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas,
fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi
wewenang RUPS untuk menjalankan
haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang- undangan,
termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan
Komisaris dan atau Direksi (KNKG, 2006:11).
b. Dewan Komisaris dan Direksi
Kepengurusan
perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two-board
system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing
sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan. Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab
untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan
persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan (KNKG,
2006:12).
c. Dewan Komisaris
Dewan
Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada
Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun
demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil
keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris
termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai
primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris.
Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif
(KNKG, 2006:13).
d. Direksi
Direksi
sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota
Direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing
anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur
Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan
Direksi (KNKG, 2006:17).
Dewan
komisaris dalam menjalankan tugasnya berhak membentuk komite guna
membantu tugas dewan komisaris agar berjalan secara efektif. KNKG
(2006:15). Mengemukakan bahwa :
“Bagi
perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit,
sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan”.
Selain itu Daniri dan Krismatono (2010:1) menyatakan bahwa :
“Salah satu elemen dalam struktur dan proses good corporate governance (GCG) adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang dan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan. Dalam menjaga proses tersebut dibutuhkan suatu unit yang berfungsi sebagai fasilitator pengambilan keputusan secara proper dan saluran komunikasi yang terpercaya. Disinilah posisi strategis sekretaris perusahaan (corporate secretary),
yaitu menjalankan fungsi memastikan kepatuhan dan administrasi
pengambilan keputusan didalam perusahaan, dan melakukan fungsi
komunikasi dalam rangka membangun goodwill keluar perusahaan”.
Corporate secretary wajib dimiliki perusahaan sehubungan dengan peraturan Bapepam-LK NOMOR KEP-63/PM/1996. Daniri dan Krismatono (2010:1) juga menyatakan “Corporate secretary memiliki tugas dalam penatalaksanaan office of the board yang mencakup pemastian ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris dan Direksi”.
Dari literatur yang telah dijelaskan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa GCG dapat diproksikan dengan pelaksanaan RUPS, Dewan Komisari, Dewan Direksi, Komite Audit dan Corporate Secretary.
2.4 Kerangka Pemikiran
2.4.1 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Earning Management
Chtourou, et al. (2001:27) meneliti apakah praktik corporate governance memiliki pengaruh kepada kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan. Chtourou, et al. Menemukan bahwa:
“…prinsip
GCG mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan yang
diukur dari keberhasilan ditekannya upaya rekayasa yang dilakukan
manajemen, secara parsial earning management secara signifikan berhubungan dengan beberapa praktik governance oleh dewan komisaris dan komite audit. Untuk komite audit, income increasing earning management secara negatif berasosiasi
dengan proporsi anggota yang besar dari luar yang bukan merupakan
manejer pada perusahaan lain. Untuk dewan komisaris, income increasing earning management yang rendah pada perusahaan yang memiliki outside board members yang berpengalaman sebagai board members pada perusahaan dan pada perusahaan yang lain”.
Shah, et al. (2009:635) meneliti hubungan kualitas GCG terhadap earning management pada perusahaan yang listing di bursa efek Pakistan menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara GCG dengan earning management. Namun Cornett, et al., (2006:17) menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari earning management
dan berhubungan positif dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan
sebagai indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi positif dari indikator
mekanisme corporate governance.
Murhadi (2009:8) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning management
yang dilakukan perusahaan. Selanjutnya Murwaningsari (2007:40)
Murwaningsari menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada
struktur corporate governance terutama yaitu dewan direksi terhadap earning management.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007:41) yang
menggunakan variabel Independen : Kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, Dewan direksi, dan komite audit. Sedangkan variabel
dependen : earning management. Dalam penelitian tersebut Iqbal menemukan bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning management dengan arah hubungan positif. Darmawati (2003:63) tidak menemukan adanya hubungan antara GCG terhadap earning management, sedangkan Gul and Tsui (2001:130) menemukan hubungan negatif antara corporate governance terhadap earning management. Untuk itu dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian terdahulu bahwa GCG berpengaruh terhadap earning management.
GCG
dapat diproksikan oleh organ perusahaan: RUPS, Dewan Komisaris, Dewan
Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan. Organ perusahaan
mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif (KNKG, 2006:11). Adapun pengaruh dari masing-masing proksi tersebut adalah sebagai berikut:
2.4.1.1 Pengaruh Rapat Umum Pemegang Saham terhadap Earning Management
Salah
satu manfaat dari RUPS adalah untuk memantau ketaatan pada Pedoman,
Direksi harus mengungkapkan baik mengenai keuangan maupun hal-hal yang
lainnya yang menyangkut Perseroan, serta memuat dalam Laporan Tahunan
dan Laporan Keuangan setiap hal yang bertentangan dan/atau yang tidak
sesuai dengan pedoman ini, dan memberikan alasan atas ketidak-sesuaian
dan/atau tidak ditaatinya Pedoman tersebut (Tjager, 2001:5).
2.4.1.2 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Earning Management
Vafeas
(2000:155) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan
dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan
membatasi tingkat earning management melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.
Chtourou,et al. (2001:27) memberikan pernyataan, dimana semakin besar ukuran dewan komisaris maka proses monitoring justru menjadi lebih baik/ mengurangi aktivitas earning management. Namun, Suranta dan Merdistusi (2005:6) menyatakan keberadaan komisaris independen ternyata tidak mampu menjadi mekanisme corporate governance yang baik dalam upaya mengurangi praktik earning management.
2.4.1.3 Pengaruh Dewan Direksi terhadap Earning Management
Vafeas (2000:155), Merdistusi dan Machfoedz (2003:193) menyimpulkan bahwa semakin kecil ukuran dewan direksi maka pelaksanaan monitoring terhadap manajemen perusahaan akan jadi semakin baik, sehingga dapat mengurangi praktik earning management. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Chtourou, et al. (2001:27) memberikan hasil yang tidak konsisten, dimana semakin besar ukuran dewan direksi maka proses monitoring justru menjadi lebih baik/mengurangi aktivitas manajemen laba.
2.4.1.4 Pengaruh Komite Audit terhadap Earning Management
Klein (2000:25) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan
laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Xie, et al. (2003:20) menyimpulkan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan earning management yang dilakukan oleh pihak manajemen. Suranta dan Merdistusi (2005:7) menyimpulkan bahwa komite audit mampu menjadi mekanisme corporate governance yang baik dalam upaya mengurangi praktik earning management.
2.4.1.5 Pengaruh Sekretaris Perusahaan terhadap Earning Management
Pelaksanaan RUPS dan Laporan Tahunan secara legal merupakan tanggung jawab Direksi, namun corporate secretary sebagai
kepanjangan fungsi Direksi, bertugas menyiapkan operasional pelaksanaan
RUPS agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan keputusan yang
diperlukan oleh perusahaan. Kualitas informasi merupakan tanggung jawab
perusahaan terhadap stakeholders, dan dalam hal ini corporate secretary perlu
membangun komunikasi yang baik dengan komunitas pasar modal, khususnya
para analis – karena ulasan analis yang didasarkan pengungkapan
informasi yang layak merupakan salah satu akses investor terhadap
informasi, yang juga berpengaruh pada pengambilan keputusan investasi (Daniri dan Krismatono, 2010:1).
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H1: Good corporate governance berpengaruh positif terhadap earning management pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh good corporate governance terhadap earning management melalui pengujian hipotesis (hypothesis testing). Metode
penelitian yang digunakan adalah sensus. Sensus berarti meneliti
seluruh elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002:115). Adapun
perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran penelitian ini
adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009.
- Tersedia data yang lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian.
- Tidak mengalami ekuitas negatif selama periode pengamatan.
3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data keuangan dan elemen annual report yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Total akrual, total asset, perubahan penjualan, perubahan piutang usaha, gross property, plant dan equipment perusahaan.
2. Informasi mengenai penerapan GCG.
3. Menggunakan pooling data.
Pengumpulan
data dilakukan dengan cara identifikasi yaitu pengumpulan data yang
didasarkan pada catatan yang telah tersedia di BEI dengan
mengklasifikasikan data sekunder berupa data keuangan dan informasi
penerapan GCG berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Data ini
diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dengan alamat Gedung
BEI, Lantai I Tower 2 jalan Jendral Sudirman, Kavling 52-53 Jakarta
12190 yang dikirim via pos.
3.3 Definisi dan Operasional Variabel
Variabel
yang akan diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu Variabel dependen
dan variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning management (EM), sedangkan variabel independennya adalah good corporate governance (GCG).
3.3.1 Variabel Dependen (Y)
Variabel
dependen merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku
dalam investigasi (Sekaran, 2006:116). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah earning management . EM
adalah tindakan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu
standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan (taking a bath, income minimization, income maximization, income smoothing) (Scott, 2000:218).
Merujuk penelitian sebelumnya yang dilakukan Murhadi (2009), EM dalam penelitian ini dilakukan melalui total accrual (TA) dan discretionary accrual (DA). Total akrual yang didefinisikan sebagai selisih antara net income dan arus kas dari aktivitas operasi, dibagi dengan total asset. Total akrual terdiri dari discretionary accrual dan non-discretionary accrual.
DA dalam penelitian ini menggunakan modifikasi Jones (1991) untuk mendekomposisi firmlevel (Total accrual) dan
menggunakan residual sebagai proksi terhadap DA. Penggunaan model
modifikasi Jones dikarenakan model ini runtun waktu dan secara statistik
paling baik dibandingkan model-model lainnya (Dechow, et al., (1995), Darmawati (2003) dan Murhadi (2009).
Hal ini tampak dalam persamaan sebagai berikut:
Model perhitungan earning management adalah sebagai berikut :
............................................................. 1)
Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan :
............................................................................................................ 2)
Keterangan :
TAit = Total Accruals perusahaan i pada tahun t
∆REVit = Pendapatan bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan bersih pada tahun t-1
∆RECit = Piutang bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang bersih pada tahun t-1
PPEit = Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t
At-1 = Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1
εit = Nilai residu perusahaan i pada tahun t
NIit = Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t
OCFit = Arus kas (Operating Cash Flow) perusahaan i pada tahun t
Non Discretionary Accruals (NDA) dapat ditentukan dengan persamaan:
................................................................. 3)
Setelah melakukan regresi model di atas, DA yang dilakukan oleh setiap perusahaan dapat dihitung dengan persamaan sbb:
........................................................ 4)
Atau
.................................................................................................... 5)
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t
3.3.2 Variabel Independen (X)
Variabel independen adalah varibel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif atau negatif (Sekaran, 2006:117). Variabel independen dalam penelitian ini adalah good corporate governance. GCG adalah tata
kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan
dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Monks dan
Minow, 2003:6).
GCG dengan menggunakan data dummy, dimana 1 bila perusahaan memenuhi syarat GCGdan 0 bila tidak memenuhi syarat GCG. Syarat-syarat yang di tetapkan KNKG (2006) adalah perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan, sedangkan perusahaan yang belum memenuhi organ tersebut didefinisikan sebagai perusahaan yang belum menerapkan GCG. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Rapat Umum Pemegang Saham
Melaksanakan
RUPS tahunan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah akhir tahun buku sesuai
dengan pasal 65 ayat 2 Undang-undang Perseroan Terbatas.
b) Dewan Komisaris
Keberadaan
dewan komisaris independen di Indonesia telah diatur dengan berbagai
peraturan. Menurut peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di bursa yaitu jumlah komisaris
independen minimum 30%. Lebih lanjut dalam rangka penyelenggaraan
pengelolaan perusahaan yang baik (GCG),
perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya
proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.
c) Dewan Direksi
Komposisi
Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengembalian
putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara
independent dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat menganggu
kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis.
Tergantung dari sifat khusus suatu perseroan, seyogyanya paling sedikit
20% (dua puluh persertatus) dari jumlah anggota direksi harus berasal
dari kalangan diluar perseroan.
d) Komite Audit
Bapepam
dengan Surat Edaran No.SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap
perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan
anggota minimal 3 orang, mayoritas harus independen yang diketuai oleh satu orang komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.
e) Sekretaris Perusahaan
Sekretaris
Perusahan harus memiliki kualifikasi akademis yang memadai agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
3.4 Metode Analisis Data
Metode
analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linear
yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh GCG terhadap EM pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2006-2009. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS
17.0 (Statistical Package For Social Science 17.0). Spesifikasi persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
EM (DA) = α + β GCG + ε ............................................................................................ (6)
Keterangan :
EM : Earning Management
GCG : Good Corporate Governance
α : kostanta
β : koefisien regresi
ε : eror
3.5 Pengujian Hipotesis
Setelah
dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Untuk menentukan
menerima atau menolak hipotesis yang diajukan, maka perlu dilakukan
pengujian secara statistik. Penelitian ini menguji hipotesis dengan
analisis linear sederhana. Hipotesis yang akan diuji dan dianalisis
dalam penelitian ini adalah pengaruh GCG terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang diolah dengan program komputer SPSS 17.0.
3.5.1 Rancangan Pengujian Hipotesis
Untuk menguji pengaruh GCG (X) terhadap EM (Y)
dilakukan dengan cara meregres variabel dalam penelitian baik variabel
dependen maupun variabel independen. Penelitian ini menggunakan metode
sensus, dengan demikian tidak dilakukan uji signifikansi. Kesimpulan
diambil langsung dari nilai koefisien regresi masing-masing variabel.
Untuk menguji hipotesis pertama (H1) apakah
variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y),
digunakan uji simultan dengan langkah sebagai berikut:
Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha)
Ha1: β > 0 ; Good corporate governance berpengaruh positif terhadap earning management pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
H01: β ≤ 0 ; Good corporate governance tidak berpengaruh positif terhadap earning management pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:
Jika β > 0: Ha diterima (H0 ditolak)
Jika β ≤ 0: H0 diterima (Ha ditolak)
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Data yang telah terkumpul tersebut berupa laporan keuangan tahunan dan annual report dari perusahaan manufaktur yang go public
atau listing di BEI periode tahun 2006-2009. Sesuai dengan permasalahan
dan perumusan model yang telah dikemukakan, serta untuk kepentingan
pengujian hipotesis, maka digunakan statistik deskriptif dan analisis
statistik untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara GCG terhadap EM.
4.1.1 Statistik Deskriptif
Penelitian
ini menggunakan metode sensus perusahaan manufaktur yang listing di BEI
dari tahun 2006-2009 dengan menggabungkan data (pooling data) sehingga terdapat 336 observasi yang emiten manufaktur yang memenuhi kriteria populasi sasaran, yang tertera pada Lampiran 1. Secara
keseluruhan dari data yang terkumpul dari tahun 2006-2009 nilai
maksimum TAit/At-1 sebesar 1.65759 dan nilai minimumnya sebesar
-2,81212. Untuk nilai maksimum (∆REVit-∆RECit)/At-1 senilai 36,91305,
sedangkan nilai minimumnya senilai -9,25004, sedangkan nilai maksimum
PPE/At-1 sebesar 24,11569 dan nilai minimumnya sebesar -13,16542.
Dari Tabel 4.1 statistik deskriptif ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual maximum sebesar 1.6455, nilai minimumnya sebesar -4.3750 dan nilai diskresioner akrual rata-rata sebesar -0.065515.
Dengan nilai diskresioner akrual rata-rata yang negatif maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan observasi dalam penelitian
ini rata-rata melakukan aktivitas earning management dalam bentuk penurunan laba (income decreasing).
Secara ringkas, hasil statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
| |||||
|
N
|
Minimum
|
Maximum
|
Mean
|
Std. Deviation
|
DA
|
336
|
-4.3750
|
1.6455
|
-.065515
|
.3144465
|
GCG
|
336
|
0
|
1
|
.79
|
.411
|
Valid N (listwise)
|
336
| | | | |
Sumber: data diolah 2010
4.1.2 Uji Hipotesis
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri variabel dependen yaitu earning management dan variabel independen yaitu good corporate governance.
Dalam uji hipotesis ini dibutuhkan analisis statistik. Sesuai dengan
metode yang digunakan, data yang telah ada dianalisis dengan cara
regresi linear sederhana dikarenakan variabel dependen yang ada hanya
satu.
Hasil dari regresi linear sederhana dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Regresi
| ||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
| ||
B
|
Std. Error
|
Beta
| ||||
1
|
(Constant)
|
-1.625
|
.487
| |
-3.338
|
.001
|
GCG
|
.057
|
.549
|
.006
|
.103
|
.918
| |
a. Dependent Variable: DA
b. Sumber: data diolah 2010
|
Hasil uji hipotesis ini dilihat dari variabel regresi dari variabel independen. Dari tabel diatas terlihat standardized coefficients (beta/β) untuk
variabel GCG sebesar 0,006. Sesuai dengan persyaratan pengujian
hipotesis yang telah dipaparkan dan dikarenakan nilai dari standardized coefficients (beta/β) sebesar 0,006, maka β>0 ini menandakan bahwa Ha diterima, sedangkan H0 ditolak. Dengan diterimanya Ha, maka GCG berpengaruh positif terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.
Berdasarkan
hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 regresi di atas
maka dapat diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai
berikut:
EM (DA) = -1,625+ 0,057GCG + ε
4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Konstanta (α) bernilai -1,625, hal ini menunjukan bahwa jika tidak ada pengaruh variabel GCG, maka DA akan tetap ada sebesar -1,625. Maksudnya adalah jika tidak ada pengaruh dari penerapan GCG maka EM akan tetap terjadi dalam bentuk penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%.
b. Koefisien regresi X (GCG) sebesar 0,057 artinya bahwa setiap penambahan sebesar satu satuan pada variabel GCG, maka DA akan meningkat sebesar 0,057 satuan. Dengan adanya penerapan GCG maka DA atau EM akan mengalami perubahan sebesar 5,7% dalam setiap penambahan sebesar satu satuan pada setiap penambahan GCG.
Jika perusahaan tidak menerapkan GCG maka akan terjadi EM dalam bentuk penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%. Namun, jika perusahaan menerapkan GCG, maka DA atau EM
akan mengalami perubahan sebesar 5,7% dalam setiap penambahan sebesar
satu satuan pada setiap penambahan GCG. Dengan demikian perusahaan
membutuhkan 28,5 satuan GCG untuk menghilangkan praktik EM. Jika lebih dari 28,5 satuan GCG, maka akan mengakibatkan timbulnya EM dalam bentuk peningkatan laba (income increasing). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu seperti: Shah, et al., (2009), Murhadi (2009), Murwaningsari (2007), dan Iqbal (2007).
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka penelitian ini berhasil menemukan bahwa :
Variabel independen yakni GCG berpengaruh terhadap variabel dependen EM yang diukur dengan DA dengan arah hubungan positif. Hal ini ditunjukan dengan standardized coefficients (beta/β) sebesar 0,006, yang berarti β > 0.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Dalam pengukuran GCG sebagai variabel independen dummy hanya dengan persyaratan yang di tetapkan KNKG (2006) yaitu perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan dengan kriteria-kriteria tertentu, bukan diukur dengan menggunakan Indeks Corporate Governance yang pengukurannya melibatkan aspek yang lebih banyak.
5.3. Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pihak regulator untuk meregulasi implementasi GCG pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama perusahaan manufaktur yang
dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh yang signifikan GCG terhadap EM.
2. Bagi investor hendaknya memilih perusahaan yang telah menerapkan GCG dengan
baik, dengan melihat frekuensi diadakannya RUPS, komposisi komisaris,
dewan direksi, komite audit, dan sekretaris perusahaan, karena terbukti
memiliki pengaruh terhadap EM yang dilakukan perusahaan.
3. Bagi peneliti yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian yang sama dengan metode pengukuran yang lain misalnya untuk GCG diukur dengan Indeks Corporate Governance.
Langganan:
Postingan (Atom)