Kamis, 26 November 2015

Pengemis yang (Tak) Layak Diberi

 Pengemis yang (Tak) Layak Diberi

Mungkin rekan-rekan sudah membaca berita di koran kemarin tentang seorang pengemis yang kedapatan membawa uang 25 juta rupiah. Uang tersebut adalah hasil dari mengemis selama 15 hari! Hitung sendiri pendapatan ibu ini dalam satu bulan. Jauh diatas gaji seorang direktur. Melihat fakta semacam ini banyak kemudian teman-teman saya yang akhirnya mulai meng-evaluasi cara mereka bersedekah kepada seorang pengemis. Sebagian mulai menerapkan langkah "hati-hati" sebelum memberikan sedekah mereka, sebagian yang lain lebih memperbesar sikap prasangka mereka. Sebagian lagi -yang lebih logis- memilih memberikan sedekah mereka bukan kepada pengemis, akan tetapi memberikan uang lebih kepada penjual koran, pedagang asongan, dan mereka-mereka yang setidaknya ada usaha untuk mendapatkan uang. Tentu dalam hal ini saya tidak sedang menvonis -bahwa ini yang benar, bahwa ini yang salah- atas langkah-langkah yang diambil teman-teman saya di atas. Namun, saya akan mencoba mencari titik tengahnya di sini. Mereka yang bersikap hati-hati dalam memberi berarti mengambil sikap hanya memberikan sedekahnya kepada yang mereka yakin betul-betul tidak mampu sehingga mengemis menjadi jalan hidupnya. Bagi saya, hal ini bisa saja dilakukan ketika kita sudah mengenal betul si peminta-minta tersebut. Tapi ketika kita baru bertemu pengemis tersebut untuk pertama kali, tentu tidak mungkin kita menanyainya, "Anda betul-betul pengemis atau tidak?" Sementara untuk berprasangka buruk, kita pun dilarang. Maka dalam kondisi di atas, pilihan kita hanyalah "tidak memberi" atau "memberi". Ketika pilihan kita jatuh pada "tidak memberi", tidak ada jaminan bahwa ketika bertemu dengan pengemis yang lain kita akan memberi. Sebaliknya, jika kita "memberi", sedikit banyak akan timbul perasaan jangan-jangan dia bukan orang yang benar-benar membutuhkan? Atau jangan-jangan rumahnya di desa gedong?. Jangan-jangan... sedekah kita salah alamat? Bagi saya, bila menghadapi rasa was-was seperti itu, yakinkan saja dalam hati kita bahwa Allah itu Maha Pengatur Rejeki. Artinya, jika memang uang yang kita berikan kepada seseorang bukan menjadi rejeki orang tersebut, maka uang itu pasti akan "lari" dari orang tersebut, entah bagaimana caranya. Jadi bila kita bertemu dengan seorang pengemis yang menurut pandangan umum memang layak diberi sedekah, maka bersedekahlah. Tak jadi soal dia berpura-pura atau tidak. Atau doakan saja agar sedekah kita itu bisa bermanfaat bagi orang tersebut. *** Lalu bagaimana dengan orang yang bersedekah dengan cara memberi uang lebih kepada pedagang, dsb? Mana yang lebih baik antara orang ini dan orang yang bersedekah kepada pengemis tanpa berprasangka dan pilih-pilih? Buat saya, keduanya baik. Keduanya benar. Lah, kalau keduanya benar, lalu mana yang salah? Yang salah adalah mereka yang sok milih-milih orang tapi pada akhirnya tidak jadi memberi juga. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat kikir dan pelit ini. 

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/pri617/tentang-pengemis-yang-tak-layak-diberi_552bf6b46ea834d77f8b4576

Tidak ada komentar:

Posting Komentar